Friday, March 23, 2007

My baby preciosa,

I'm writing you a letter, because i know there are moments when words aren't really refflecting my feelings.

Aku sedang mendengarkan lagu naff - track 12. Aku lupa apa judulnya. Ya, CD yang kupinjam darimu. CD milik keponakanmu. Aku berjanji akan mengembalikannya nanti begitu ada kesempatan untuk kita bertemu.

Hari ini terasa begitu panjang. Mungkin aku hanya tidak terbiasa dengan keadaan di mana aku sama sekali tidak bisa mendengar suaramu dari ujung telepon genggamku. Terlebih beberapa minggu belakangan ini. Hampir tak pernah absen suaramu menemani setiap hariku. I would like to call it "the best part of my day". :)

Entah sejak kapan aku mulai merasakan perubahan dari perlakuanmu padaku. Kamu mulai lebih perhatian padaku. Kamu mulai perduli. Mulai mengkhawatirkanku. Siapa yang menemaniku pulang saat hari sudah malam. Menyindir setiap kali aku pulang malam dari kemang, atau mana saja. Memaksa untuk menjemput dan mengantarku pulang saat hujan mengguyur Jakarta dengan begitu lebatnya, dan ojek langgananku tertahan banjir di daerah Kebon Nanas sementara aku menunggu di depan pintu kantorku sampai pukul 8.30 malam tanpa pulsa sedikitpun. Langsung meneleponku begitu mengetahui bahwa ada yang salah dengan perutku. Datang jauh-jauh dari rumahmu ke tempat kosku, dengan membawa helm pink sebagai suap agar aku mau kamu bawa ke dokter. Helm pink yang kamu janjikan. Mengantarku mencari bubur, dengan begitu banyak pantangan makanan yang kamu berikan padaku. Pantangan-pantangan yang membuatku berkata, "kayanya kamu lebih pinter dari dokternya deh. Dokter nggak bilang aku nggak boleh makan sate usus kok." Dan dengan cengiranmu yang menyebalkan itu kamu menjawab, "Yah, kita kan nggak pernah tahu gimana mereka membersihkan ususnya." Mengkhawatirkan apakah aku kedinginan, apakah tanganku kedinginan, memintaku untuk memasukan tanganku ke dalam saku jaketmu agar dapat berbagi kehangatan tubuhmu. Menemaniku semalaman, hanya karena aku merasa ingin ditemani. Membawaku nonton film, dan menyediakan bahumu untukku menyandarkan kepala sepanjang film.

Semuanya begitu indah. Mungkin kamu tidak bisa membayangkan betapa kamu sudah membuatku sangat bahagia. Dan oleh karenanya, mungkin kamupun tak mengerti betapa beratnya untukku melakukan ini. Tapi bagaimanapun aku harus melakukannya. Sebelum semua ini jadi lebih menyakitiku.

My Baby Preciosa,

Aku harus melakukannya sekarang, atau aku akan menyesal nantinya. Kamu akan menyesal nantinya. Salah satu dari kita akan tersakiti. Atau mungkin kita berdua akan tersakiti. Sekarang, hanyalah bagaimana agar rasa sakit itu tidak terlalu berat kita rasakan.

My Baby Preciosa,

Berada jauh darimu menyakitiku. Berada di dekatmupun menyakitiku. Maka lebih baik aku pergi. Semua hal indah di atas, menyakitiku. Karena tidak ada cinta di sana. Maka biarkan aku pergi. Biarkan aku menjalani apa yang harus kujalani. Dan kamu menjalani apa yang harus kamu jalani. Lepaskan aku...


My Baby Preciosa,

Mungkin aku hanyalah sebuah "akar" untukmu. Akar yang tak akan kamu lepaskan sampai kamu menemukan "rotan"mu. Tapi aku tak mau jadi akar. Paling tidak aku tidak ingin kamu lepaskan saat kamu sudah menemukan "rotan"mu. Maka lepaskanlah aku. Beberapa bulan yang lalu, aku harus bersaing dengan "rotan" yang tak bisa kamu miliki. Dan sekarang, aku masih juga bersaing dengan "rotan" lain lagi. Harus berapa "rotan" lagi yang harus kuhadapi, my Little Devil? Rotan-rotan itu menyakitiku, my dear. Dan kenyataan bahwa aku tidak pernah begitu berharga bagimu. Mungkin tidak akan pernah. Itupun menyakitiku. Maka, biarkan aku pergi. Kamu tidak mencintaiku.

My Baby Preciosa,

Aku tidak pernah bisa mengerti. Sudah cukup lama kita menjalani semua ini. Liburan sudah waktunya diakhiri. Mungkin aku memang bukanlah orang paling sabar di dunia. Mungkin aku memang berbeda dengan perempuan mantanmu itu. Aku adalah aku. Dan aku mungkin tidak pernah cukup layak untukmu. Oleh karena itu, bagaimanpun kamu mencoba, kamu tidak pernah bisa mencintaiku.

Aku teringat pada Bandung seminggu yang lalu. Pertama kali kita liburan bersama. Kamu pasti bisa melihat betapa bersinarnya wajahku karena bahagia. Tapi apakah kamu tahu betapa sakitnya aku saat kamu menerima telpon darinya di mobil? Betapa sedihnya aku saat kamu keluar kamar hotel, dan menelponnya di lobby hotel? Saat kamu menerima telponnya ketika kita sedang melepas lelah di depan sebuah factory outlet? Kamu nggak tahu. Bahkan saat bersamakupun kamu memikirkannya. Saat bersamakupun kamu merasa harus membuat kontak dengannya. Jadi mengapa tidak kamu biarkan saja aku pergi? Karena aku tidak bisa membuatmu memilih. Maka biarkan aku sendiri yang memilih. Biarkan aku membantumu untuk memilih. Karena pada akhirnya kamu harus memilih. Karena aku tidak mau menjalani seperti apa yang sedang kita jalani ini selamanya. Bahkan keberadaanku secara fisikpun tidak cukup untukmu.

Dan itu menyakitkan...

Perasaan tidak aman ini perlahan membunuhku. Saat kamu tidak menerima telponku, aku akan segera berpikir bahwa kamu sedang bersamanya. Ketidak berdayaan ini membuatku ingin menyerah. Dan aku menyerah.

Ingat perjalanan kita ke tangerang? Saat aku merokok di mobilmu? Kurasa kamu tahu mengapa waktu itu aku begitu judes padamu. Kamu "muach-muach" di telpon dengannya?! KAMU BAHKAN TIDAK PERNAH MUACH-MUACH PADAKU. Padahal akulah yang kamu tiduri!

Hahahaha... betapa kekanak-kanakannya aku.

Terakhir kali kita bertemu kamu terus mengulang katap-kata "Kami bahkan tidak tidur bersama. Kami jarang bertemu. Kalaupun bertemu, paling hanya makan dan ngobrol. Itu saja. Padahal aku lebih sering ketemu kamu. Aku bahkan tidur denganmu!" Dan kamu pikir itu membuatku merasa lebih baik? I feel like shit! That's what i feel. Walaupun kalian tidak tidur bersama, intensitas pertemuan yang tidak seberapa, tapi tetap saja itu semua cukup berharga untuk mempertaruhkan apa yang kita miliki. Oh ya, aku lupa. Kita tak memiliki apa-apa.

My Baby Preciosa,

Mungkin memang dialah yang bisa membuatmu bahagia. Maka biar dia yang membuatmu bahagia. Aku sudah mencoba. Tapi mungkin memang tidak cukup. Jadi biarkan aku menyerah. Karena aku sudah lelah berjuang. Lelah mencoba. Masaku sudah habis. Maka lepaskanlah aku.

Lepaskan aku, atau mulailah berpikir... Mengapa kamu tidak pernah bisa melepasku?

Kamu bilang kalau kamu sayang padaku. Kamu perduli padaku. Kamu mengkhawatirkanku. Tapi kamu tidak mencintaiku. Tapi mengapa tidak biarkan saja aku pergi? Benarkah kamu tidak mencintaiku?

Atau sebegitu egoisnyakah dirimu? Tidak perdulikah kamu, bahwa kamu menyakitiku?

My Baby Preciosa,

Begitu banyak kata-kata yang sudah kutuliskan. Tapi aku tak akan berhenti untuk memohon. Biarkan aku pergi...

Atau kalau kamu memang tidak ingin aku pergi, maka berikanlah alasan aku untuk tetap tinggal. Berikanlah apa yang kuinginkan darimu.

Aku hanya ingin dicintai....

Aku tahu, my Little Devil, bahwa cinta tak bisa dipaksakan.
Maka aku akan pergi.


Ps : Janji kita, aku tetap akan menunggu di sana. Dan aku benar-benar berharap kamu akan datang. Tapi kalau memang pada akhirnya kamu tidak bisa membawa apa yang kuinginkan, maka aku sekali lagi memohon agar kamu tidak datang. Sehingga aku mengerti dan benar-benar bisa melangkah pergi. Aku tahu kamu tidak seegois itu. Karena apapun yang kamu tawarkan, tak akan pernah cukup untukku, my dear.

No comments: