Thursday, December 14, 2006

aku berhenti mendengarkan lagu2 emo. aku berhenti mendengarkan the ataris, finch, dashboard confessional. aku berhenti mendengarkan lagu apapun. Semua lagu hanya menambah kesakitan. aku mau berhenti kesakitan.

Seorang teman berkata bahwa aku seperti seorang masochist yang ketagihan menyakiti diri sendiri. Ketagihan disakiti dalam bentuk apapun. Tapi aku bukan seorang masochist. Karenanya aku memilih untuk meninggalkan semuanya. Tapi mengapa masih terasa sakit?

Kemarin. Akhirnya semuanya selesai. Semua yang dipupuk selama tiga tahun. Semua yang dibangun bersama. Semua angan2. Semua mimpi yang pernah diimpikan. aku hancurkan hanya dalam semalam. aku yang menghancurkannya. Bukan dia. Tapi tetap saja, aku merasa kesakitan. Dunia macam apa ini?

Keadaan. Kelelahan. Keletihan. Semuanya... Aku menyerah. Aku lebih dulu menyerah. Ternyata benar katanya, aku tidak sekuat itu. Aku tidak setegar itu.

Sakit ini tidak mau pergi. Tidak mau pergi!!! Berapa banyak pain killer yang harus kutenggak? Aku akan mati over dosis sebelum semua kesakitan ini pergi. Tolong aku....

Bandung, 13 desember 2006. Hanya 16 hari sebelum hari seharusnya kita bersama. Aku di sini, dia di sana. Kelelahan berlari. Kehabisan tenaga.

Aku berjanji menulis untuknya. Ternyata hanya kepedihan yang kutuliskan. Kuberanikan diri untuk membuka winamp playerku. Dan kembali Thom Yorke menemani segala bentuk depresiku.

Her Green plastic watering can
For her fake chinese rubber plant
In fake plastic earth.
That she bought from a rubber man
In a town full of rubber plans.
Just to get rid of itself.
And It Wears Her Out, it wears her out
It wears her out, it wears her out.

She lives with a broken man
A cracked polystyrene man
Who just crumbles and burns.
He used to do surgery
For girls in the eighties
But gravity always wins.
And It Wears Him Out, it wears him out
It wears him out, it wears him out.

She looks like the real thing
She tastes like the real thing
My Fake Plastic Love.
But I can't help the feeling
I could blow through the ceiling
If I just turn and run
And It Wears Me Out, it wears me out
It wears me out, it wears me out.

And if I could BE who you wanted
If I could BE who you wanted,
All the time, all the time,


Dia menamai folderku di komputernya dengan My Green Plastic Love.

Menyanyi berdua, plain morningnya Dashboard confessional, di iringi guitar. Kemudian Letters To You-nya Finch "Gue nggak bisa main gitarnya nih." "Ok, mari beracappela!" Weezer, butterfly. "Ehm, kuncinya apa ya?" "Harus bisa!!! Harus bisa!!! Gue pengen nyanyi!!" "Euhm... lagu itu dong! Sway!!!!" "Iya, sayang. Dont stray..." Duduk di atas meja komputernya. Dia berdiri di ujung ranjang, menaikkan satu kakinya ke kasur untuk menahan gitarnya. "There's 52 ways to murder anyone. 1 and 2 are the same. But they both work as well..." Lalu aku berdiri dan mulai menggoyangkan badan.

Astagah! Semua lagu mengingatkanku padanya. Semua gerak tubuhku, semua bunyi2an, hujan, langit mendung, marlboro putih yang tidak pernah berhenti menemani kami berdua, galon aqua, korek ungu dengan tulisan tangannya. Semuanya!!

Ini sakit... Bawa sakit ini pergi!!! Tolong... bawa sakit ini pergi...

Kakiku di atas kakinya, tanganku di lehernya. Ia membawaku berdansa. "I give her all my love..."

Tangannya dipinggangku. Selalu menjagaku. Kami berdansa mengitari ruangan. "You know i can't smile without you... Can't smile without you..." Dan dia membelai rambutku.

I guess i just cant throw those 3 years away...

Aku menyakitinya. Aku menyakiti diriku sendiri.

Ya. Rasa itu masih ada. Entah sampai kapan. Entah sampai kapan...

No comments: